Teknik Penulisan Catatan Perjalanan, Semua Perjalanan Layak Diabadikan
Adzan Dzuhur
berkumandang, sekaligus sebagai penanda bahwa acara siang ini telah selesai.
Sebelum beranjak dari meja, aku memandang catatan yang kau tuliskan baru saja.
Catatan ini menjadi begitu penting untuk belajar lebih lagi. Aku mengingat
beberapa tahun yang lalu ketika masih berstatus mahasiswa yang suka
jalan-jalan.
Saat itu, dengan
modal nekat aku mengajak seorang teman untuk menjelajah Pacitan, menikmati
alamnya, memotret pemandangannya, dan menuliskan hal-hal yang menarik dari
obyek wisata maupun perjalanan kami. Tujuannya, kami akan membuat buku
petualangan, mengirimkan naskah ke penerbit lalu diterbitkan, kami dapat uang,
dan karya kami diakui. Sepolos itu.
Setelah menjelajah,
punya segudang catatan, seabreg foto, kami berapi-api menulis lalu mengirim ke
banyak penerbit. Semua menolak naskah kami. Lalu kami malas.
Saat ini, tiap hari
aku menulis. Tiap hari berada di depan laptop dengan tuntutan sekian naskah
yang harus selesai sesuai deadline. Menulis sudah bukan masalah lagi. Namun,
agar tulisan bisa renyah untuk dibaca ternyata tidak mudah. Oleh karena itu
siang ini aku dan teman-teman menimba ilmu dari Pak
Karkono tentang penulisan fiksi. Pak
Karkono telah banyak menghasilkan cerpen, novel, menyutradarai
film, juri lomba kepenulisan dan banyak karya keren yang lainnya. Ternyata,
banyak sekali keindahan dalam bahasa ketika kita mau mempelajarinya. Rasanya
mak jleb. Kenapa aku enggak belajar dari kemarin untuk menulis catatan
perjalanan dengan lebih indah.
Menulis catatan
perjalanan tidak selalu harus menggunakan bahasa yang straight seperti berita.
Bahkan berita pun sudah banyak yang mengadopsi jurnalisme sastrawi. Kemudian
aku pikir, pasti akan lebih baik lagi jika konsep-konsep tersebut diterapkan dalam
sebuah catatan perjalanan. Teknik mengolah sudut pandang, alur, pemilihan
diksi, dll rasa-rasanya akan membuat catatan perjalanan lebih gurih dan sedap
untuk dinikmati.
Comments